Sergei Lavrov, Menlu Pengusung Diplomasi Tembok Batu

Posted by Aulia Afzal On Senin, 06 Agustus 2012 0 komentar
Sergei Lavrov, Menlu Pengusung Diplomasi Tembok Batu

Foto : Menlu Rusia Sergei Lavrov  (EPA)
Foto : Menlu Rusia Sergei Lavrov (EPA)
MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov ternyata sudah mengucapkan begitu banyak kata "tidak" ketika berhadapan dengan Barat dalam isu krisis Suriah. Banyaknya pernyataan "tidak" yang dilontarkan Lavrov bahkan kabarnya mampu melampaui pendahulunya Andrei Gromko yang dijuluki Mr Nyet (Mr. No).

Meski mendapat kecaman dari sejumlah negara, sikap keras Lavrov justru dipuji Kremlin, karena sejauh ini, Lavrov dinilai berhasil mempertahankan posisi Rusia atas krisis Suriah. Bahkan setelah Presiden Vladimir Putin kembali ke Kremlin, sosok Lavrov dipandang adalah orang yang tepat yang muncul pada waktu yang tepat.

Dengan selalu mengulang kebijakannya mantan Duta Besar Rusia untuk PBB, Lavrov diklaim menciptakan seni diplomasi tembok batu dan "tidak mau tahu." Diplomasi itu dilakukan Lavrov ketika Rusia mendapat serangan verbal dari negara lain dalam kasus Suriah.

"Ini adalah permainan diplomatik bagi Sergei Lavrov," ujar editor majalah Rusia Global Affairs Fyodor Lukyanov seperti dilansir Reuters, Senin (6/8/2012).

Lavrov juga dikenal sebagai sosok yang keras kepala. Bagi siapa saja yang meragukan hal ini mungkin kejadian pada 2003 lalu dapat menjadi gambaran tentang sosoknya. Pada saat itu Lavrov menentang upaya Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan untuk memberlakukan larangan merokok di markas PBB. Pada saat itu Lavrov yang seorang perokok mengatakan, Annan bukan pemilik gedung ini.

Bahkan di mata Annan, Lavrov memiliki karakteristik menonjol dengan apa yang disebutnya memiliki lidah yang tajam. Annan mengatakan selama ini dirinya belajar untuk menghargai Lavrov, baik dari kebijaksanaan dan kecerdasannya.

Keahlian dan reputasi Lavrov sebagai negosiator yang andal membuat Putin menunjukknya sebagai pengganti mantan Menteri Luar Negeri Igor Ivanov pada 2004 silam. Sebagai Kepala Negara, Putin juga bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri namun para ahli Rusia mengatakan, Lavrov lebih dari sekedar pelaksana kebijakan yang didiktekan Kremlin.

"Tidak ada satupun yang dapat menyentuhnya dalam hal profesionalisme maupun sebagai komunikator," ujar mantan Direktur Laboratorium Nasional untuk Kebijakan Luar Negeri Rusia Vladimir Frolov.

"Kemerdekaannya sangat tergantung pada isu. Terkait Suriah, jelas ia memiliki pengaruh. Ia cukup banyak mengendalikan kebijakan dan ia dapat mengklaim dengan beberapa kredibilitas yang membuat Rusia menjadi pusat dari pengambilan keputusan internasional," tambah Frolov.

Menlu Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton merasa frustasi dengan sikap keras Lavrov. Clinton bahkan mengatakan Rusia dan China akan membayar harga karena memanfaatkan hak veto mereka untuk menghalau sanksi atas Suriah. Lavrov sendiri menanggapi pernyataan Clinton tanpa senyum sedikit pun.

Sikap Lavrov itu kembali menegaskan kepentingan Moskow yang ingin menjaga pengaruhnya di Timur Tengah melalui fasilitas basis logistik yang dimiliki Rusia di Tartous, Suriah. Selain itu pertempuran secara ideologis disinyalir juga terjadi di sini.

Rusia dinilai ingin menghentikan stigma yang berkembang selama ini bahwa Barat memanfaatkan PBB untuk menggulingkan pemimpin negara yang tidak disukainya. Lavrov pun dengan senang hati mendukung kebijakan Rusia ini.(AUL)

0 komentar:

Posting Komentar