Rekonsiliasi & Pemilu Perdana Libya

Posted by Aulia Afzal On Sabtu, 25 Agustus 2012 0 komentar
Rekonsiliasi & Pemilu Perdana Libya

Foto : Mantan pasukan revolusi Libya (reuters)
Foto : Mantan pasukan revolusi Libya (reuters)
UPAYA rekonsiliasi dan pelaksanaan pemilu di Libya menjadi fenomena bersejarah yang terjadi setelah Moammar Khadafi lengser. Namun fenomena itu juga tidak luput dari insiden kekerasan.

Kejatuhan Khadafi di Libya memunculkan fraksi-fraksi baru dalam ranah politik di Libya, seperti halnya Partai Islam Al-Watan, yang dipimpin oleh mantan komando revolusi Libya Abdel-Hakim Belhaj. Adapula fraksi Ikhwanul Muslimin, dan fraksi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Libya di era perang, Mahmoud Jibril.

Al-Watan berniat untuk memberlakukan hukum Shariah di Libya dan menciptakan perdamaian. Belhaj pun memiliki cita-cita untuk membangun pasukan dan aparat keamanan yang kuat di Libya. Demikian diberitakan Reuters (25/8/2012).

Menjelang Pemilu Parlemen Libya, terjadi serangan sempat terjadi di salah satu tempat pemungutan suara di Kota Ajdabiya, Libya. Tempat pemungutan suara itu dibakar dan surat suara, serta peralatan untuk pemilu hangus. Pejabat setempat mengklaim, ada pihak yang sengaja melakukan serangan itu untuk mengacaukan pemilu Libya.

Peristiwa ini terjadi dua hari sebelum proses pemilu di negara tersebut digelar. Beberapa kelompok bersenjata dituduh melakukan aksi vandalisme itu.

Serangan serupa pun sempat terjadi di Kota Benghazi, yang tak lain adalah kota basis pemberontakan Libya. Sekelompok bersenjata menyerang kantor Komisi Pemilu Libya dan menyerukan relokasi kursi di Majelis Nasional yang akan diduduki oleh pejabat sementara di masa transisi.

Namun proses pemungutan suara tetap berjalan dan menuai pujian dari Barat. Libya dianggap sudah mengalami perkembangan dengan adanya proses pemilu yang demokratis.

Seorang musuh bebuyutan Khadafi, Mohamed al-Megaryef terpilih menjadi Presiden Majelis Nasional Libya pada 10 Agustus 2012. Politisi Islam itu mengungguli Ali Zidane dari fraksi liberal, namun sejumlah pengamat berpendapat, kemenangan Megaryef bukan merupakan bagian dari proses kejayaan Islam di Libya.

Pria kelahiran  Benghazi 1940 adalah seorang ekonom lulusan Inggris yang sempat menjabat sebagai Duta Besar Libya. Megaryef membelot pada saat perang Libya berlangsung dan bergabung ke dalam fraksi oposisi.

Pemerintah Libya yang baru saja terbentuk, memiliki tugas negara yang cukup berat. Disamping memulihkan perekonomian, mereka harus berupaya untuk menjaga keamanan Libya yang makin hari terlihat semakin rawan.

Kelompok pendukung Moammar Khadafi mulai mengintensifkan serangan-serangan di Kota Tripoli belakangan ini. Mereka kerap menjadi tersangka dari peristiwa ledakan bom yang terjadi di Libya.(AUL)

0 komentar:

Posting Komentar